PerihalNasional – Setelah mencuatnya dugaan penggunaan gelar akademik palsu oleh Ketua Umum DPP Komite OSIS Nasional Indonesia, Ahmad Wahyu Saputra, kini organisasi tersebut kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Komite OSIS Nasional menuai kecaman keras dari masyarakat dan anggota Gerakan Pramuka atas dugaan pencatutan nama dan logo Pramuka dalam kegiatan bertajuk “Pendidikan Kader Pramuka Bela Negara” yang digelar tanpa izin resmi dari Kwartir Nasional (Kwarnas).
Namun bukan hanya pelanggaran administratif yang memicu amarah publik. Respons arogan dari akun Instagram resmi @komiteosis_nasional terhadap kritik publik menjadi pemantik utama gelombang protes. Alih-alih memberikan klarifikasi, akun tersebut justru melontarkan komentar bernada sinis dan menyerang pribadi di kolom komentar akun @perihalindcom.

Beberapa komentar yang diunggah oleh akun resmi itu di antaranya berbunyi:
“Anjai, keliatan banget likenya berbayar, numpang tenar kah?”
“Oh ini anak Uniba.”
“Untung ketum anaknya orang Madura juga.”
Respons tersebut langsung memantik kemarahan banyak pihak, termasuk aktivis Pramuka Moh Iskil El Fatih. “Kami minta klarifikasi, malah dibalas dengan komentar tidak beretika yang menghina. Apa ini gambaran karakter pengkaderan OSIS se-Indonesia? Sungguh memalukan,” tegasnya.
Tak lama setelah komentar-komentar itu viral, akun Instagram resmi @komiteosis_nasional mendadak menghilang, memicu spekulasi publik bahwa hal ini merupakan upaya menghapus jejak digital. “Ini bukti bahwa mereka tidak siap bertanggung jawab. Ini bukan sekadar urusan etika, tapi harus masuk ranah hukum,” tambah Iskil.
Setelah tekanan publik semakin menguat dan ancaman pelaporan ke pihak berwenang disuarakan berbagai elemen masyarakat, Komite OSIS Nasional akhirnya menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf secara terbuka melalui unggahan story Instagram pada 14 April 2025.
Dalam unggahan tersebut, pihak KON menyampaikan:
“Assalamualaikum wr. wb. Dengan ini, segenap keluarga besar DPP Komite OSIS Nasional mengucapkan minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Apabila karena kami terjadi kegaduhan perihal kegiatan bela negara, sudah kami komunikasikan dengan Kak Rahmansyah dan Kak Mayjen Toto. Kami sudah menyampaikan permintaan maaf kami. Sekali lagi mohon maaf apabila terjadi kegaduhan. Terima kasih.”
Pada slide selanjutnya, pernyataan itu diperkuat dengan kalimat:
“Kami memohon maaf kepada semua pihak. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, mengampuni segala kesalahan kami. Aamiin. Kami yang salah, siap salah. Akan menjadi bahan introspeksi bagi kami semua.”
Meskipun permohonan maaf ini menjadi langkah awal untuk meredakan situasi, publik tetap mendesak Kementerian Pendidikan dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas. “Ini bukan lagi sekadar organisasi siswa biasa. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pendidikan kita,” kata Iskil menutup pernyataannya.
Di tengah sorotan yang tajam terhadap perilaku organisasi pelajar ini, muncul satu pesan penting: pendidikan adalah kehormatan, bukan alat pencitraan murahan. Jika lembaga yang mengatasnamakan siswa justru mencoreng nilai-nilai etika dan moral, maka negara tak bisa tinggal diam.