PerihalInternasional – Ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Tiongkok dan Amerika Serikat, kembali meningkat. Pemerintah Tiongkok secara resmi memberlakukan kebijakan pembatasan terhadap perusahaan-perusahaan domestiknya untuk melakukan investasi di wilayah Amerika Serikat. Langkah ini menjadi bagian dari strategi balasan Negeri Tirai Bambu terhadap berbagai kebijakan ekonomi agresif yang dilancarkan oleh Washington dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut sumber internal pemerintahan, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) Tiongkok telah menginstruksikan agar setiap pengajuan investasi dari perusahaan Tiongkok ke AS ditunda atau ditolak, terutama jika menyangkut sektor-sektor sensitif seperti teknologi tinggi, infrastruktur, energi, dan pertanian. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai langkah defensif, tetapi juga mencerminkan sikap tegas Beijing dalam menjaga kedaulatan dan kontrol atas arus modal ke luar negeri.

Kebijakan ini muncul sebagai respons atas sejumlah regulasi baru dari Amerika Serikat. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani memorandum keamanan nasional yang memperketat kontrol terhadap penanaman modal asing, khususnya dari Tiongkok. Melalui Komite Penanaman Modal Asing (CFIUS), pemerintah AS kini membatasi secara ketat investasi asing di sektor strategis yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam konteks keamanan nasional.
Bentrokan kepentingan ini semakin memperjelas bahwa perang dagang tidak hanya berlangsung dalam bentuk tarif dan ekspor-impor, tetapi telah merambah ke ranah investasi dan penguasaan teknologi. Para pengamat menyebut langkah Tiongkok sebagai bentuk “diplomasi ekonomi defensif”, yang bertujuan untuk menekan dominasi Amerika dalam kancah global serta memperkuat posisi Beijing dalam negosiasi perdagangan yang berlarut-larut.
Tindakan ini juga mengirimkan sinyal kuat kepada investor dan komunitas bisnis internasional bahwa Tiongkok sedang bersiap memperkuat struktur perekonomiannya dari dalam. Upaya ini dapat berdampak luas pada aliran modal global, kerja sama lintas negara, hingga hubungan diplomatik jangka panjang antara kedua negara adidaya tersebut.
Dengan memanasnya situasi ini, dunia kembali menyoroti bagaimana hubungan Tiongkok-AS tidak hanya mempengaruhi kedua negara, tetapi juga memicu ketidakpastian ekonomi global yang lebih luas. Banyak yang menanti: apakah langkah tegas ini akan memicu babak baru dalam perang dagang, atau justru membuka jalan bagi dialog diplomatik yang lebih konstruktif ke depannya?