PerihalDaerah – Rencana eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di perairan Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, kembali memantik gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Suara kritis kini datang dari tokoh pemuda setempat, Ainur Kholis S., yang juga merupakan anggota Reng Polo, organisasi kepemudaan di Kangean.
Dalam pernyataan tegasnya, Ainur menyuarakan penolakan terhadap rencana survei seismik migas yang akan dilakukan di wilayah perairan tersebut. Ia menilai bahwa proyek eksplorasi ini tidak mengindahkan aspek keberlanjutan lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat pesisir yang selama ini menggantungkan hidup dari laut.
“Laut Kangean bukan bahan eksperimen industri migas. Ini adalah ruang hidup kami. Di sinilah identitas kolektif kami sebagai masyarakat pulau terbentuk,” ujar Ainur.
Ia juga menyoroti bahwa proses awal eksplorasi, mulai dari penelitian hingga sosialisasi di berbagai tingkatan, tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara utuh. Langkah tersebut menurutnya mencederai prinsip pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan.
Penolakan ini diperkuat oleh temuan ilmiah yang menunjukkan bahwa wilayah barat daya perairan Pulau Kangean memiliki karakter geologis sensitif terhadap aktivitas seismik. Studi akademik menyebut bahwa potensi gas biogenik di kawasan ini memerlukan pendekatan pengelolaan yang ekstra hati-hati, mengingat ekosistem laut yang rentan serta ketergantungan nelayan tradisional terhadap sumber daya alam tersebut.
Sejumlah organisasi lokal, di antaranya Lakpesdam NU Kangean, HMI Cabang Sumenep, dan Reng Polo, juga menyatakan sikap yang sama. Mereka menilai bahwa eksplorasi migas berisiko menimbulkan kerusakan ekologis dan mengganggu tatanan sosial masyarakat yang selama ini hidup harmonis.
“Apa pun alasan birokrasi, pemerintah hadir atau tidak, masyarakat Kangean tetap bisa hidup. Tapi jangan rampas laut kami dengan janji-janji palsu yang dibungkus dalam bahasa pembangunan,” ujar Ainur lebih lanjut.
Ainur juga menegaskan bahwa negara tidak boleh memandang sumber daya alam semata sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, jika pembangunan hanya berorientasi pada ekonomi tanpa memperhatikan kerusakan sosial dan ekologis, maka hal itu merupakan bentuk ketimpangan struktural yang harus dihentikan.
“Tidak ada sejarahnya ekonomi bisa berdiri sendiri tanpa alam. Pemerintah pusat dan daerah harus menghentikan semua proses eksplorasi migas yang tidak berpijak pada asas keberlanjutan dan keadilan lingkungan,” tambahnya.
Sebagai bentuk keseriusan, Ainur menyatakan bahwa pihaknya siap melakukan konsolidasi dengan berbagai elemen mahasiswa di Jawa Timur untuk mengawal isu ini secara intensif.
Sementara itu, sejumlah media sebelumnya telah melaporkan bahwa proyek eksplorasi ini menuai kecaman dari masyarakat lokal. Kekhawatiran terbesar datang dari potensi kerusakan lingkungan jangka panjang dan lemahnya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan. Hingga kini, kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang terbuka dan partisipatif dinilai belum tersedia.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar terkait transparansi dan komitmen pemerintah terhadap perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal, khususnya masyarakat pesisir di wilayah kepulauan.