PerihalDaerah – Lagi-lagi, masyarakat Desa Errabu, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, menuntut keseriusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep dalam mengusut dugaan penyimpangan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Errabu.
Warga merujuk pada hasil temuan Inspektorat Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di sejumlah desa dari 13 kecamatan di Sumenep yang hasilnya sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Salah satu temuannya, jelas dia, penerima BSPS yang tidak tepat sasaran dan salah peruntukan. Dia menilai hal itu sesuai dengan dugaan penyimpangan yang juga terjadi di Desa Errabu.
“Jadi meskipun Pak Irjen (Kementerian) PKP kemarin tidak turun ke desa Errabu, tetapi temuannya identik dengan apa yang terjadi di desa ini,” kata warga yang enggan disebutkan namanya pada Minggu (18/5/2025).
Karena itu, kata dia, Kejari Sumenep harus serius mengungkap kasus dugaan penyimpangan ini. Hal ini penting supaya persoalan ini menjadi clear.
“Supaya masalah ini menjadi terang dan segera selesai. Jadi jangan biarkan terus menggantung,” ujar dia.
Terlebih, lanjut dia, sudah ada pengakuan secara resmi dari Kepala Desa (Kades) Errabu, Hafidatin ke salah satu media cetak bahwa sebagian program BSPS di desanya dipakai untuk bangun dapur dan musolla pribadi.
“Pengakuan kades ini semakin meyakinkan publik adanya dugaan penyimpangan di Desa Errabu. Bantuan BSPS dijadikan dapur dan musolla itu kan penyimpangan. BSPS itu kan untuk rumah tidak layak,” tegasnya.
“Jadi kejaksaan bisa menjadikan pengakuan kades Errabu ini sebagai dasar mengusut dugaan penyelewengan BSPS,” imbuhnya.
Apalagi, Kejari Sumenep pernah menyatakan bahwa Errabu sudah masuk daftar desa yang akan diperiksa.
“Saya berharap jangan sampai masalah ini hilang begitu saja. Kejaksaan harus tegas dan komitmen dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Diketahui, Errabu merupakan desa penerima BSPS terbanyak di Kecamatan Bluto, yakni 60 unit. Realisasinya pun belakangan ini paling banyak disorot media karena diduga sarat penyimpangan.
Berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di Desa Errabu, mulai dari penerima yang tidak tepat sasaran hingga salah peruntukan.
Program yang semestinya untuk orang miskin supaya memiliki rumah layak huni justru diduga banyak dimanfaatkan oleh orang mampu yang sudah punya rumah mapan.
Salah satu modusnya, memanipulasi bangunan agar mendapat bantuan dengan menempati bangunan tidak layak huni supaya lolos survei.
Bahkan, beberapa penerima disebut sengaja membangun hunian non permanen dari rajangan bambu tembakau dengan beratap terpal.
Mirisnya lagi, program ini diduga banyak dimanfaatkan oleh perangkat desa dan kerabat dekatnya saja.
Akibatnya, bantuan yang seharusnya untuk perbaikan rumah justru dimanfaatkan di luar peruntukan seperti bangun dapur, musolla pribadi, bahkan toko.