PerihalFakta – Di balik sunyinya Pulau Talango, berdiri sebuah situs bersejarah yang menyimpan jejak spiritual Islam di Madura—makam Sayyid Yusuf bin Ali bin Abdullah Al-Hasani. Tempat ini bukan sekadar tanah peristirahatan terakhir seorang auliya, tapi saksi bisu perjalanan dakwah dan cahaya keimanan yang dulu ditemukan langsung oleh Raja Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat pada tahun 1791 M.
Kisahnya dituturkan secara turun-temurun. Sinar terang dari langit menuntun sang raja ke tengah hutan, ke sebuah makam yang bahkan menjawab salamnya secara gaib. Dari daun sukun yang jatuh, tertulislah nama sang wali: Sayyid Yusuf. Maka dibangunlah nisan, pohon tempat raja menancapkan tongkatnya tumbuh besar menaungi, dan didirikan pula masjid Jami’ Talango serta yayasan pendidikan yang hingga kini masih berfungsi.

Namun kini, tempat penuh hikmah ini perlahan dilupakan—khususnya oleh pemuda. Tak banyak dari mereka yang datang untuk menziarahi, apalagi memahami nilai-nilai di balik kisah ini.
“Jujur, kadang saya miris,” ungkap Moh. Habib Fauzan al Maarif. “Kita, para pemuda, makin jauh dari akar kita sendiri. Ziarah ke makam wali, pahlawan, tempat-tempat penuh sejarah dan spiritual—semakin jarang terdengar.”
Bagi Fauzan, makam Sayyid Yusuf bukan sekadar destinasi religi. Ia adalah pengingat, bahwa ada perjuangan sunyi yang membentangkan jalan Islam di tanah Madura. Ada nilai-nilai tentang ketulusan, keikhlasan, dan keberanian dalam berdakwah yang kini mulai terkikis oleh zaman.
“Kita sibuk cari jati diri, tapi lupa menengok ke belakang—tempat di mana nilai-nilai itu sebenarnya ditanam,” lanjutnya.
Makam Sayyid Yusuf, yang dahulu menjadi pusat spiritual dan pendidikan, kini seolah hanya dikenal oleh kalangan tertentu. Padahal di sinilah akar itu tertanam—dan seharusnya dipeluk kembali oleh generasi muda, bukan ditinggalkan.